Dalam konteks ini, kiranya tidak berlebihan jika penerapan manajemen K3 dikatakan merupakan modal utama kesejahteraan tenaga kerja secara keseluruhan. Selain itu, dengan penerapan K3 yang baik dan terarah dalam suatu wadah industri tentunya akan memberikan dampak lain, salah satunya tentu sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Racmawati, 2007).
Agar manajemen K3 dapat diterapkan dengan baik di suatu instansi, maka pengurus atau pimpinan hendaknya mengikuti langkah-langkah berikut:
1) Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan MK3
2) Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan masa sasaran penerapan MK3
3) Menerapkan kebijakan K3 secara efektif, dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasarna tersebut.
4) Mengukur, memantau dan mengevaluasi kenerja K3 dalam hal tindakan perbaikan dan pencegahan kecelakaan kerja
5) Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan MK3 di instansi secara berkesinambungan, dengan tujuan meningkatkan kinerja K3 (Setyawati, 2007a, 2007b)
Tuntunan akan standar internasional menyebabkan masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi isu global yang sangat penting. Semakin meningkatnya kepedulian terhadap masalah K3 yang dikaitkan dengan perlindungan tenaga kerja dan hak asasi manusia serta kepedulian terhadap lingkungan hidup. Penerapan K3 sebagai bagian dari operasi perusahaan merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan dalam proses produksi untuk dapat mencapai efisiensi dan produktivitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing. Kebijakan penerapan K3 merupakan salah satu upaya dalam mengantisipasi hambatan teknis di era globalisasi (Budiono, 2008).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keadaan, keutuhan, dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani manusia serta karya dan budayanya tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya. Keselamatan dan kesehatan kerja secara keilmuan adalah suatu cabang pengetahuan dan penerapannya yang mempelajari tentang cara penanggulangan kecelakaan kerja di tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja secara praktis atau hukum, di lain sisi merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekarjaan di tempat kerja serta begitu pula bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dari proses produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya. (Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Tenaga Kerja, 2002).
Telah diketahui bahwa kecelakaan kerja yang terbesar adalah faktor kesalahan manusia, yaitu kurangnya kesadaran tenaga kerja, pengusaha atau instansi, terutama dalam melaksanakan berbagai peraturan. Banyak pengusaha menganggap bahwa keselamatan dan kesehatan kerja kurang bermanfaat dan menambah biaya saja. Hal seperti ini menimbulkan sikap acuh tak acuh sehingga hanya dapat menurunkan produktivitas kerja, kenyamanan, serta keamanan dalam bekerja (Rachmawati, 2007).
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1987).
Keselamatan adalah suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Keselamatan kerjabersasaran segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara. Keselamatan kerja menyangkut segenap produksi dan distribusi, baik barabg maupun jasa (Bennet N.B Silalahi, 1991).
Keselamatan kerja didefinisikan sebagai upaya perlindungan pekerja, orang lain di tempat kerja,dan sumber produksi agar selalu dalam keadaan selamat selama dilakukan proses kerja (Notoatmojo, 2005).
Menurut Suma’mur (1987), tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
1) Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas.
2) Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
3) Memelihara dan menggunakan sumber produksi secara aman dan efisien.
Dikatakan juga bahwa dalam hal peningkatan keselamatan kerja, di tempat kerja diperlukan berbagai materi yang dapat menunjang peningkatan tersebut. Diantaranya harus ada perencanaan yang baik oleh pimpinan perusahaan, penerapan cara-cara kerja yanga aman oleh tenaga kerja, keteraturan dan ketatarumahtanggaan yang baik serta pemasangan pagar pengaman atau pelindung terhadap mesin-mesin yang berbahaya.
Program keselamatan kerja yang meliputi bab-bab peristilahan, syarat-syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja, pelaporan kecelakaan, kewajiban pengurus dan ketentuan-ketentuan penutup telah di atur secara rinci dalam undang-undang no 1 tahun 1970. Dengan syarat perundangan diterapkan syarat-syarat keselamatan kerja dengan tujuan:
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
3) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik,psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
4) Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
5) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
6) Memberi alat-alat pelindung diri pada tenaga kerja.
7) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
8) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
9) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
10) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
11) Mencegah sengatan aliran listrik yang berbahaya.
12) Menyelesaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerja yang kecelakaanya menjadi bertambah tinggi (Bennet N.B Silalahi, 1985).
Berdasarkan pada pengertian dan program keselamatan dan kesehatan kerja yang termasuk dalam ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
1) Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah: seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Alat Pelindung Diri adalah tidak secara sempurna dapat melindungi tubuh, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Budiono, 2008).
Agar tujuan keselamatan kerja dapat tercapai secara optimal, maka pemakaian Alat Pelindung Diri harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a) Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya.
b) Dapat dipakai secara fleksibel dengan tidak membedakan jenis kelamin.
c) Tidak membatasi gerak.
d) Tidak mudah rusak (Budiono, 2008).
2) Golongan Alat Pelindung Diri (APD) dan Jenisnya
Alat Pelindung diri di golongkan menurut bagian-bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat tersebut adalah:
a) Alat pelindung kepala: topi, penutup kepala atau cap dari berbagai bahan.
b) Alat pelindung mata dan muka: kaca mata dari berbagai gelas dan perisai muka.
c) Alat pelindung telinga: sumbat telinga dan tutup telinga.
d) Alat pelindung pernafasan: masker khusus dan respirator.
e) Alat pelindung tangan dan kaki: sarung tangan dan sepatu.
f) Pakaian pelindung badan: pakaian dari berbagai bahan (Budiono, 2008).
Untuk mencegah gangguan keselamatan dan kesehatan kerja serta daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar karyawan tetap produktif dan mendapat jaminan perlindungan kesehatan kerja, yaitu:
1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Periksa kesehatan calon karyawan untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan yang akan diberikan kepadannya, baik fisik maupun mentalnya.
2) Pemeriksaan berkala untuk evaluasi. Apakah ada atau tidak faktor-faktor penyebab yang telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelainan-kalainan pada tubuh karyawan.
3) Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada karyawan secara kontinu. Itu penting agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4) Penerangan dan penjelasan sebelum bekerja, agar para karyawan mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan dan lebih berhati-hati.
5) Pemantauan pemakaian pakaian pelindung, masker, kacamata, sarung tangan,sepatu, topi,dan sebagainya.
6) Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses produksi yang dapat membahayakan karyawan, misalnya mengisolasi mesin yang sangat berisik agar tidak mengganggu kinerja pekerja lain.
7) Ventilasi setempat (local exhauster), adalah alat untuk menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan dari suatu tempat di hisap dan di alirkan keluar.
8) Substitusi, adalah mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurang bahayaatau tidak berbahaya sama sekali.
9) Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan ke dalam ruang kerja. Hal tersebut bertujuan agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini bisa lebih rendah hingga mencapai nilai ambang batas (Rachmawati, 2007).
Suatu instansi mempunyai tanggung-jawab dalam perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja, maka diharapkan tenaga kerja dapat ikut dalam proses bidang pelayanan kesehatan kerja yang memadai. Proses Pelayanan kesehatan ini mencakup beberapa hal, yaitu:
a) Mengadakan surveilans kesehatan pekerja dalam kaitannya dengan pekerjaan.
b) Mengidentifikasi surveilans faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja akibat lingkungan kerja dan pekerja, seperti sanitasi dan kantin.
c) Mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko gangguan kesehatan di tempat kerja.
d) Ikut serta mengembangkan program untum membina tata cara bekerja.
e) Ikut serta dalam menganalisa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (J. M Harington, 2003).
Kecelakaan kerja meliputi kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja serta meliputi penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Suma’mur, 1985)
Penyakit akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit yang timbul dan diderita oleh karyawan dalam pekerjaannya, setelah terbukti bahwa sebelum bekerja, tenaga kerja tersebut tidak mengalami gangguan kesehatan atau terkena penyakit tersebut (Suma’mur, 1986).
Manusia sebagai tenaga kerja dan beban kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja (Suardi, 2005) merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Kesatuan seperti itu dinamakan roda keseimbangan dinamis. Apabila keseimbangan ini tidak menguntungkan, akan terjadi keadaan labil dan menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan penyakit, cacat dan kematian (Suardi, 2005).
Dalam konsep epidemiologi ada tiga faktor kontribusi yang menyebabkan seseorang menderita penyakit di perusahaan, tiga faktor tersebut adalah:
a) Faktor Agen
Dapat berupa organisme atau bahan yang secara langsung menyebabkan penyakit, di perusahaan faktor tersebut diantaranya: golongan fisik, misalnya suara, radiasi, suhu yang tinggi, tekanan udara yang tinggi dan penerangan lampu yang kurang. Faktor kimia misalnya: debu yang menyebabkan pneumocosis, uap yang menyebabkan keracunan. Golongan fisiologik yang disebabkan kesalahan-kesalahan konstruksi, sikap badan yang kurang baik. Golongan mental-psikologis, hal ini terlihat misalnya pada hubungan kerja tidak baik antara sesama pekerja.
b) Faktor Host (Tuan Rumah)
Yang termasuk dalam faktor host antara lain: faktor kekebalan atau imunitas, faktor gizi, faktor pelayanan kesehatan yang ada di perusahaan atau suatu instansi tempat kerja.
c) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi keadaan-keadaan yang mempengaruhi kesehatan karyawan, misalnya kebersihan lingkungan kerja.
Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan daya kerja para pekerja. Dengan demikian sangat di perlukan upaya pengendalian untuk dapat mencegah, mengurangi, bahkan menekan agar hal yang demikian tidak terjadi (Suardi, 2005).
Lingkungan kerja adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari s egala sesuatu yang ada di sekitar lokasi pekerjaan dimana seseorang melakukan pekerjaanya. Keadaan atau kondisi fisik lingkungan kerja yang menyenangkan sangat berperan dalam pemeliharaan k eselamatan dan keaehatan kerja dan bahkan dapat mencegah terjadinya kejenuhan dan kebosanan (nitisemito, 1999).
Mengenai faktor-faktor yang dapat dimasukkan dalam lingkungan kerja adalah (Siagian, 2002): Kebisingan, Pencahayaan, Tekanan panas, Radiasi dan Ventilasi.
Didalam peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja diperlukan berbagai materi yang dapat menunjang peningkatan Keselamatan dan kesehatan kerja, diantaranya harus ada perencanaan yang baik oleh pimpinan, penerapan cara-cara kerja yang aman oleh tenaga kerja, keteraturan dan ketatarumah-tanggaan yang baik, serta pemasangan pagar pengamanan atau pelindung terhadap mesin-mesin yang berbahaya. Selain itu terdapat pula aspek psikologis yakni berupa kondisi kerja yang berakibat ketegangan mental dalam melaksanakan pekerjaannya (Suma’mur, 1987).
No comments:
Post a Comment